LHOKSEUMAWE|BEURITA.Com – Jaringan Rakyat Anti Korupsi (JaRAK) Aceh mengingatkan banggar DPRK Lhokseumawe untuk cermat dan teliti dalam membahas perubahan anggaran tahun 2025. Legislator diminta jeli apalagi temuan JaRAK adanya utang belanja bantuan keuangan dari tahun anggaran 2017–2021 senilai Rp7,29 miliar untuk sejumlah gampong di empat kecamatan di Kota Lhokseumawe.
Jaringan Rakyat Anti Korupsi (JaRAK)
“Panitia Anggaran DPRK supaya berhati-hati membahas Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) 2025 agar persoalan lama tidak menjadi beban baru,”
ujar Koordinator JaRAK Aceh, Asra Rizal, kepada Beurita.Com, Rabu (13/8/2025).
Ia mengatakan utang tersebut mengindikasikan kemungkinan masih ada piutang lain yang belum diselesaikan. Ia menilai Panitia Anggaran DPRK tidak cukup hanya menelaah realisasi belanja modal, barang, dan jasa, tetapi perlu meninjau struktur APBK 2025 secara menyeluruh.
“Terlebih setelah terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, khususnya pada belanja transfer dan PAD. Lhokseumawe sangat bergantung pada pemerintah pusat,” katanya.
Berdasarkan data JaRAK, total ketergantungan Pemkot Lhokseumawe terhadap pemerintah pusat mencapai Rp727,73 miliar. Angka ini terdiri dari pendapatan transfer pemerintah pusat sebesar Rp690,83 miliar dan transfer antar daerah Rp31,89 miliar. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) hanya Rp70,39 miliar.
Ia mengingatkan agar banggar tidak bergantung pada Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2024 sebesar Rp12,65 miliar, karena penggunaannya telah terkunci pada kode rekening masing-masing SKPK.
Selain itu, JaRAK mempertanyakan alokasi subsidi untuk BUMD sebesar Rp1 miliar dan belanja tidak terduga Rp2 miliar pada pergeseran APBK. Ia mendesak DPRK dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menjadikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Aceh Tahun Anggaran 2024 serta hasil evaluasi Gubernur Aceh sebagai acuan pembahasan perubahan anggaran.
“Sebelum pengantar nota keuangan perubahan, TAPD dan Panitia Anggaran harus duduk bersama menyelesaikan masalah, terutama nasib PPPK yang harus dianggarkan dalam perubahan APBK 2025,” tegasnya.
Asra menilai pemenuhan kebutuhan PPPK tidak bisa diabaikan karena menyangkut kelangsungan pelayanan publik dan kesejahteraan aparatur.